SURABAYA | Pantaukota.com - Surabaya baru saja dikejutkan oleh insiden meninggalnya seorang pasien yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Soewandhie.
Pasien tersebut, yang dirawat sejak 30 Oktober 2024, meninggal dunia pada 31 Oktober 2024, memicu keprihatinan publik dan menimbulkan berbagai spekulasi mengenai prosedur dan penanganan medis di rumah sakit tersebut.
Baca Juga: Dugaan Malpraktik, Ratusan Massa BNPM Kepung RSUD dr. M. Soewandhie
Kasus ini cepat viral dan mengundang perhatian berbagai pihak, termasuk Medical Law, lembaga advokasi hukum kesehatan yang dipimpin oleh Hari Cipto Wiyono, SH. Dalam pernyataan resminya, Hari menyerukan agar kejadian ini menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Surabaya.
Medical Law, yang telah berkiprah dalam advokasi kesehatan sejak tahun 2008, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya untuk mengevaluasi kinerja RSUD Dr. Soewandhie, khususnya pada aspek sistem dan prosedur operasionalnya.
Menurut Hari, sistem pelayanan di RSUD Dr. Soewandhie perlu ditinjau ulang secara menyeluruh. Berdasarkan laporan digital yang dimiliki lembaga ini, Medical Law menyoroti adanya insiden serupa di rumah sakit tersebut.
“Kami mendesak adanya pembaruan pada prosedur operasional standar (SOP) agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan ekspektasi masyarakat akan keamanan dan kualitas layanan kesehatan,” tegas Hari dalam pernyataannya.
Ia juga mengingatkan bahwa nyawa tidak dapat digantikan dengan uang, sehingga penyelesaian kasus ini tidak cukup hanya dengan tali asih.
Sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah, RSUD Dr. Soewandhie berada di bawah pengawasan Walikota Surabaya, yang menurut Hari memegang tanggung jawab besar dalam memastikan kualitas layanan kesehatan bagi warganya.
Medical Law menekankan pentingnya penempatan tenaga profesional yang berdedikasi di rumah sakit tersebut, mulai dari dokter hingga staf medis, untuk memberikan rasa aman kepada pasien.
"Pemilihan tenaga medis harus didasarkan pada kompetensi dan integritas," tambah Hari.
Sementara itu, Medical Law yang didukung oleh konsultan medis Prof. Dr. Hariyanto, seorang guru besar penyakit dalam di Universitas Airlangga (UNAIR), turut memberikan masukan bagi pembaruan sistem di RSUD Dr. Soewandhie. Prof. Hariyanto, yang dikenal sebagai tokoh sentral dalam pembentukan Undang-Undang Kesehatan mengenai status T4, menilai bahwa peran Medical Law sebagai lembaga advokasi perlu didengar oleh Kementerian Kesehatan sebagai langkah preventif dalam pelayanan kesehatan.
Hari juga mendesak agar transparansi dalam pemberian rekam medis menjadi perhatian utama di rumah sakit tersebut.
Menurutnya, dokter jaga atau tenaga medis yang menangani pasien wajib memberikan informasi lengkap terkait rekam medis, terutama mengenai obat-obatan yang diberikan.
“Transparansi dalam perawatan pasien sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dengan keluarga pasien,” tutup Hari dalam pernyataannya.
Kasus ini menjadi momen refleksi penting untuk memastikan bahwa layanan kesehatan di Surabaya, khususnya di RSUD Dr. Soewandhie, mampu memenuhi standar kualitas pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat.
Editor : Rredaksi